Macet atau kemacetan, mungkin bagi sebagian rakyat indonesia pernah merasakan bagaimana jika kemacetan terjadi, sungguh tidak enak bila kita terkena macet. Mungkin bagi rakyat indonesia terutama Jakarta melihat kemacetan adalah hal yang biasa dan menjadi makanan sehari-hari buat rakyat jakarta, hampir semua jalan di ibu kota macet, apa lagi pada jam tertentu seperti pagi dan sore hari kemacetan terjadi dijakarta hampir berkilo-kilo panjangnya. Lagi-lagi pemerintah tidak bisa mengatasi kemacetan ibu kota yang sudah sangat parah bahkan pernah diberitakan bahwa tahun 2020 kemacetan dijakarta sudah total atau tidak bisa jalan sama sekali, sangat ironis memang malihat kemacetan di ibu kota, pemerintah mengatasi kemacetan saja tidak bisa apa lagi mengatasi yang lain. Dan bagaimana bisa pemerintah mengatasi kemacetan di indonesia terutama ibu kota kalau pemerintah pun tidak pernah merasakan kemacetan justru malah menimbulkan kemacetan. Contohnya kalau para pejabat sedang atau akan lewat mereka para pengawalnya sudah mengosongkan jalan yang akan dilalui oleh pejabat tersebut dan jadinya para pengguna jalan yang lain menunggu dan terjadilah kemacetan yang sangat panjang. Itulah pemerintah kita tidak pernah mau merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya.
Dampak dari kemacetan, menurut penelitian LIPI tahun 2007, adalah kerugian sosial yang diderita masyarakat lebih dari Rp 17,2 triliun per tahun akibat pemborosan nilai waktu dan biaya operasi kendaraan, terutama bahan bakar. Kecepatan kendaraan yang rendah menyebabkan konsumsi bahan bakar menjadi tinggi. Keausan kendaraan bermotor menjadi tinggi, karena kerja radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang lebih tinggi. Belum lagi emisi gas buang yang dapat menyebabkan pemasanan global diperkirakan sekitar 25 ribu ton per tahun.
Hal ini menyebabkan Jakarta sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi kelima di dunia setelah Beijing, New Delhi, Meksico City dan Bangkok. Bahkan, ada suatu perhitungan yang memperkirakan kerugian dari kemacetan lalu-lintas ini mencapai Rp 43 triliun per tahun. Dampak pada tahap selanjutnya adalah menurunnya produktivitas ekonomi kota, bahkan negara dan merosotnya kualitas hidup warga kota akibat polusi udara dan stress. Contohnya, angkutan umum yang seharusnya dapat mengangkut enam rit per hari menjadi tiga rit, karena macet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar